Sabtu, 03 September 2011

Kisah Nabi MuhammadS.A.W Menjelang Ajal

Pagi itu, Rasulullah dengan
suara terbata memberikan
petuah, "Wahai umatku, kita
semua ada dalam
kekuasaan Allah dan cinta
kasih-Nya. Maka taati dan
bertakwalah kepada-Nya.
Kuwariskan dua hal pada
kalian, sunnah dan Al
Qur'an. Barang siapa
mencintai sunnahku, berati
mencintai aku dan kelak
orang-orang yang
mencintaiku, akan bersama-
sama masuk surga bersama
aku."
Khutbah singkat itu diakhiri
dengan pandangan mata
Rasulullah yang teduh
menatap sahabatnya satu
persatu. Abu Bakar menatap
mata itu dengan berkaca-
kaca, Umar dadanya naik
turun menahan napas dan
tangisnya. Ustman
menghela napas panjang
dan Ali menundukkan
kepalanya dalam-dalam.
Isyarat itu telah datang,
saatnya sudah tiba.
"Rasulullah akan
meninggalkan kita semua,"
desah hati semua sahabat
kala nitu. Manusia tercinta
itu, hampir usai menunaikan
tugasnya di dunia. Tanda-
tanda itu semakin kuat,
tatkala Ali dan Fadhal
dengan sigap menangkap
Rasulullah yang limbung
saat turun dari mimbar.
Saat itu, seluruh sahabat
yang hadir di sana pasti
akan menahan detik-detik
berlalu, kalau bisa. Matahari
kian tinggi, tapi pintu
Rasulullah masih tertutup.
Sedang di dalamnya,
Rasulullah sedang terbaring
lemah dengan keningnya
yang berkeringat dan
membasahi pelepah
kurma yang menjadi alas
tidurnya.
Tiba-tiba dari luar pintu
terdengar seorang yang
berseru mengucapkan
salam. "Bolehkah saya
masuk?" tanyanya. Tapi
Fatimah tidak
mengizinkannya masuk,
"Maafkanlah, ayahku
sedang demam," kata
Fatimah yang membalikkan
badan dan menutup pintu.
Kemudian ia kembali
menemani ayahnya yang
ternyata sudah membuka
mata dan bertanya pada
Fatimah, "Siapakah itu
wahai anakku?"."Tak tahulah
ayahku, orang sepertinya
baru
sekali ini aku
melihatnya,"tutur Fatimah
lembut. Lalu, Rasulullah
menatap puterinya itu
dengan pandangan yang
menggetarkan. Seolah-olah
bahagian demi bahagian
wajah anaknya itu hendak
dikenang.
"Ketahuilah, dialah yang
menghapuskan kenikmatan
sementara, dialah yang
memisahkan pertemuan di
dunia. Dialah malaikatul
maut," kata Rasulullah,
Fatimah pun menahan
ledakan tangisnya.
Malaikat maut datang
menghampiri, tapi Rasulullah
menanyakan kenapa Jibril
tidak ikut bersama
menyertainya. Kemudian
dipanggillah Jibril yang
sebelumnya sudah bersiap
di atas langit dunia
menyambut ruh kekasih
Allah dan penghulu dunia
ini. " Jibril, jelaskan apa
hakku nanti di hadapan
Allah?" Tanya Rasululllah
dengan suara yang amat
lemah. "Pintu-pintu langit
telah terbuka, para malaikat
telah menanti rohmu.
Semua surga terbuka lebar
menanti kedatanganmu,"
kata Jibril. Tapi itu ternyata
tidak membuatkan
Rasulullah lega, matanya
masih penuh kecemasan.
"Engkau tidak senang
mendengar khabar ini?"
Tanya Jibril lagi. "Khabarkan
kepadaku bagaimana nasib
umatku kelak?" "Jangan
khawatir, wahai Rasul Allah,
aku pernah mendengar
Allah berfirman kepadaku:
Kuharamkan surga bagi
siapa saja, kecuali umat
Muhammad telah berada di
dalamnya," kata Jibril. Detik-
detik semakin dekat,
saatnya Izrail melakukan
tugas. Perlahan ruh
Rasulullah ditarik. Nampak
seluruh tubuh Rasulullah
bersimbah peluh, urat-urat
lehernya menegang."Jibril,
betapa sakit sakaratul maut
ini."
Perlahan Rasulullah
mengaduh. Fatimah
terpejam, Ali yang di
sampingnya menunduk
semakin dalam dan Jibril
memalingkan muka.
"Jijikkah kau melihatku,
hingga kau palingkan
wajahmu Jibril?" Tanya
Rasulullah pada Malaikat
pengantar wahyu itu.
"Siapakah yang sanggup,
melihat kekasih Allah
direnggut ajal," kata Jibril.
Sebentar kemudian
terdengar Rasulullah
mengaduh, karena sakit
yang tidak tertahankan lagi.
"Ya Allah, dahsyat nian
maut ini, timpakan saja
semua siksa maut ini
kepadaku, jangan pada
umatku. "Badan Rasulullah
mulai dingin, kaki dan
dadanya sudah tidak
bergerak lagi.
Bibirnya bergetar seakan
hendak membisikkan
sesuatu, Ali mendekatkan
telinganya."Uushiikum bis-
shalaati, wamaa malakat
aimaanukum - peliharalah
shalat dan peliharalah
orang-orang lemah di
antaramu." Di luar, pintu
tangis mulai terdengar
bersahutan, sahabat saling
berpelukan. Fatimah
menutupkan tangan di
wajahnya, dan Ali kembali
mendekatkan telinganya ke
bibir Rasulullah yang mulai
kebiruan. "Ummatii, ummatii,
ummatiii!" - "Umatku,
umatku, umatku"
Dan, berakhirlah hidup
manusia mulia yang
memberi sinaran itu. Kini,
mampukah kita mencintai
sepertinya? Allaahumma
sholli 'alaa Muhammad
wa'alaihi wasahbihi wasallim.
Betapa cintanya Rasulullah
kepada kita.
Usah gelisah apabila dibenci
manusia kerana masih
banyak yang
menyayangimu di dunia,
tapi gelisahlah apabila
dibenci Allah kerana tiada
lagi yang mengasihmu di
akhirat kelak.

Sumber: zonaunik.com